Rabu, 31 Juli 2013

INDONESIA TERUS BERPRESTASI

Ini hasil terbaik tim Indonesia dalam partisipasi IMO, sejak kali pertama mengikuti IMO pada tahun kelahiran saya (1988). Ini juga kali pertama Indonesia mendapat medali Emas. 
Indonesia mendapatkan 1 medali Emas (Stephen Sanjaya), 1 medali Perak (Fransisca Susan), dan 4 medali Perunggu (Bivan Alzacky H, Reza Wahyu Kumara, Bagus Bayu Pentium, Claudius Kevin Christian Wibisono) di International Mathematical Olympiad 2013, Colombia.

Jumat, 02 November 2012

Paradoks Kuantum Mekanik


Ditulis oleh : Mhomank, 24 Oktober 2012

Kuantum mekanik merupakan penggambaran sebuah dunia mikroskopik yang tak tampak oleh mata telanjang, dimana kejadian-kejadian yang terjadi di dalamnya bertentangan dengan harapan dan pengalaman kita dengan fenomena fisis yang sering kita alami di dunia makroskopis, dunia klasik. Fisika dalam dunia kuantum mengandung ketidakpastian atau keacakan yang inheren dalam dirinya. Salah satu contoh dari perilaku yang bertentangan ini adalah keadaan superposisi, dimana sebuah partikel kuantum dapat berada dalam beberapa keadaan yang berbeda secara bersamaan. Untuk sebuah manik-manik di dunia klasik, kita tidak akan mungkin berpikir bahwa sebutir manik-manik akan berada “di sana” sekaligus “di sini” pada waktu yang bersamaan, tetapi untuk manik-manik dunia kuantum, maka hal tersebut dapat terjadi. Sebuah manik-manik berada “di sana” dan “di sini” sekaligus pada waktu yang bersamaan. Superposisi keadaan manik-manik ini mengemukakan kepada kita secara tepat tentang berapa peluang manik-manik akan berada “di sini” atau “di sana”, jika kita berniat mengukur dimana tepatnya manik-manik tersebut.

Mengapa kita tidak pernah menyadari kondisi aneh dari dunia kuantum ini? Mengapa kita tidak dapat mengamati sebuah superposisi manik-manik kuantum dalam kehidupan sehari-hari kita? Seorang fisikawan Austria dan juga salah seorang pemenang nobel Fisika tahun 1933, Erwin Schrödinger telah bergumul dengan pertanyaan ini. Seperti banyak pionir teori fisika kuantum lainnya, dia telah berjuang untuk memahami dan menginterpretasikan implikasi ini. Di akhir tahun 1952, Schrödinger menulis, “Kita tidak pernah bereksperimen hanya dengan satu elektron atau atom atau molekul yang kecil. Dalam eksperimen pikiran, kadang-kadang kita mengasumsikan bahwa kita telah melakukannya; ini selalu menimbulkan sebuah konsekuensi yang tidak masuk akal...”.

Untuk menggambarkan konsekuensi tidak masuk akal yang dimaksud, jika kita bergerak antara dunia mikro fisika kuantum ke dunia makro sehari-hari, Schrödinger mengilustrasikan sebuah eksperimen dengan seekor kucing:

Kucing Schrodinger, sebuah ilustrasi eksperimen tentang paradoks kuantum oleh Schrodinger. 

Seekor kucing, yang kemudian disebut kucing Schrödinger diisolasi secara sempurna dari dunia luar di dalam sebuah kotak. Kotak tersebut berisi sebuah racun sianida mematikan yang akan menyebar hanya jika sebuah atom radioaktif berhenti meluruh. Atom radioaktif ini juga terdapat dalam kotak. Peluruhan radioaktif diatur oleh hukum-hukum kuantum mekanik, sehingga berdasarkan hal tersebut, unsur radioaktif akan berada pada sebuah keadaan superposisi antara keadaan meluruh dan tidak meluruh. Oleh karena itu, kucing juga akan berada dalam keadaan superposisi antara mati dan hidup. Sekarang, jika kamu membuka kotak untuk mengecek salah satu dari kemungkinan apakah kucingnya mati atau hidup, maka kamu berisiko membunuh kucing itu karena superposisi kuantum sangat peka terhadap interaksi dengan lingkungan luar. Dalam sudut pandang Schrödinger eksperimen pikiran ini menghasilkan sebuah kesimpulan yang absurd, dan konon, belakangan disebutkan bahwa Schrödinger mencoba meminta maaf karena telah menambah kebingungan dalam kuantum.

Kedua pemenang nobel fisika 2012 ini telah dapat memetakan keadaan kucing kuantum pada saat berhubungan dengan dunia luar. Mereka telah menemukan cara eksperimen dan pengaturan yang kreatif untuk menunjukkan secara lebih detail bagaimana kegiatan pengukuran sesungguhnya akan meruntuhkan keadaan kuantum dan menghilangkan karakteristik superposisinya. Bukannya dengan menggunakan kucing Schrödinger, Haroche dan Wineland melakukan penjebakan partikel-partikel kuantum dan menempatkannya dalam sebuah keadaan superposisi seperti yang dialami kucing Schrödinger. Objek-objek kuantum ini bukan benda makroskopis yang sesungguhnya seperti seekor kucing, tetapi toh objek-objek ini masih cukup besar berdasarkan ukuran dunia kuantum.

Dalam rongga Haroche, foton gelombang mikro ditempatkan dalam keadaan seperti kucing Schrödinger dengan fase yang berlawanan pada waktu yang sama, seperti sebuah stopwatch yang jarum penunjuknya bergerak ke arah yang searah dengan arah jarum jam dan bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam secara bersamaan. Medan gelombang mikro dalam rongga kemudian diamati dengan menggunakan atom-atom Rydberg. Hasilnya adalah efek kuantum lain yang tidak mudah dipahami yang disebut dengan pemerangkapan. Pemerangkapan ini juga telah digambarkan oleh Schrödinger dan dapat terjadi pada dua atau lebih partikel kuantum yang tidak mengalami kontak secara langsung tetapi masih dapat mengetahui dan mempengaruhi karakteristik masing-masing. Pemerangkapan medan gelombang mikro dan atom-atom Rydberg memungkinkan Haroche dapat memetakan kehidupan dan kematian keadaan seperti kucing dalam rongganya, mengikutinya langkah demi langkah, atom per atom, pada saat sistem tersebut mengalami transisi dari superposisi keadaan kuantum ke sebuah keadaan yang dapat terdefenisi dalam fisika klasik.

NASIB ORANG BERPRESTASI KITA


Seabad yang lalu hanya segelintir orang Indonesia yang mampu berprestasi sampai di ajang internasional. Tapi sekarang sudah banyak medali kebanggaan bangsa sudah disumbangkan oleh anak didik bangsa. Terutama juara matematika dan fisika. Melalui Yohanes Surya, anak didik diberikan ruang untuk berprestasi. Berbekal beasiswa beliau waktu pertama ia usung pelajar ikut di lomba bergengsi internasional, Indonesia mampu menyumbangkan medali sekaligus mengawali bangkitnya percaya diri pelajar kita. Sampai sekarang Indonesia sudah disegani dalam ajang kompetisi ini. Tercatat sudah lebih dari seratus medali yang sudah dikoleksi.
Melihat fakta ini, tentu saja Indonesia tidak mau tinggal diam dan terus mencari cara untuk prestasi ini bisa di raih oleh seluruh peserta didik yang memiliki bakat di bidang tertentu. Kesulitan pun di dapatkan di lapangan dengan beragam keadaan. Mulai dari sistem , metode belajar, dan kemampuan pengajar itu sendiri yang diberi amanah untuk mengajar. Yohanes Surya menambahkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak tepat sasaran. Seluruh siswa dibebankan materi yang sama. tidak ada perlakuan khusus yang membuka kesempatan mereka untuk berprestasi. Sehingga ada siswa berbakat menjadi undergiven. Metode mengajar pun perlu dipertimbangkan sebagai kendala munculnya pelajar   berprestasi kita.